== Welcome ==

This blog 's nothing but the author's thoughts and private life, composed into text.

WARNING

contains harsh words sometimes

Hi ^^

Please read the warning before proceed

This blog Contains:


35% Life rant
60% Fangirling
5% Getting upset and swearing

Well.. Life goes up and down, doesn't it? So be careful while reading the posts!

To Love the Imperfect (7)

Hari ini hari yang beda. Itu semua dimulai dari detik dimana Shin mengajakku datang ke rumahnya hari ini.

"Takuya kun, apa kamu bisa ke rumahku 3 hari lagi?" tanyanya 4 hari setelah pembicaraan kami di kuburan itu.
"Eh, umm, bisa" kataku gugup "Apa yang perlu kubawa?"
"Ya sebenarnya kamu nggak usah bawa apa - apa sih. Tanggal 28 September adalah hari ulang tahun adikku. Aku ingin kamu datang dan ikut merayakannya denganku" ia menoleh padaku "karena kamu sekarang adalah saudaraku"
Deg. Lagi - lagi jantungku berdetak dengan keras.
Aku teringat saat aku membalas permintaannya untuk jadi saudaranya.
Berarti sekarang aku sudah lebih dekat dari Shin? Dari sekedar ketua kelas dan anggota kelas? Dari sekedar teman biasa?
Mungkin aku hanya menggantikan keberadaan Shizuku, tapi..
Dalam hati, aku senang..

Aku melayangkan pandangan ke sekeliling ruang loker di dekat pintu masuk sekolah. Tentu sudah sepi karena semua sudah pulang. Aku menunggu Shin rapat persiapan kelas dan membahas festival budaya. Entah kenapa aku nggak sabar ingin cepat pulang.
Eeeh?? Tunggu apa yang kupikirkan? Kenapa tiba - tiba dadaku terasa hangat?
Pipiku juga terasa panas?
Aa.. lu.. lupakan! kataku sambil bergumam sendiri menghapus bayangan Shin
Aku nggak pernah merasa seperti ini bahkan dengan mantan pacarku dulu.
Apa yang sebenarnya terjadi padaku?

===

"Maaf lama.." belum menyelesaikan kalimatnya, Shin melihat Takuya yang duduk tertidur di bangku yang diletakkan di dekat ruang loker. Melihat wajah tidur Takuya, ia jadi nggak enak membangunkan teman yang sudah jadi saudaranya itu.
Ia mendekat dan berlutut dengan satu kaki di depan Takuya dan mengamati wajahnya dari dekat.
Sama seperti Takuya yang merasakan perasaan aneh saat melihat muka Shin, ia juga merasakan yang sama.
Biarpun dulunya berandalan dan rambutnya agak panjang, Shin mengamati mata dan bibir Takuya yang sebenarnya kecil tertutup rambutnya yang agak acak - acakan.
Potongan rambutnya sangat cocok dengan imejnya dan bulu matanya tipis. Wajah tidurnya terlihat tenang sekali.
Shin mengulurkan tangannya dan menyingkirkan rambut Takuya yang menutupi pipinya, kemudian menyentuhnya dengan lembut.
Merasakan kehangatan tangan Shin di pipinya, Takuya perlahan bangun dari tidurnya

"Shi.. Shiin??" Aku tersentak kaget. Apalagi melihat Shin tiba - tiba muncul di depanku sambil berlutut dengan satu kaki. Ia melepaskan sentuhannya.
Gagah, pikirku. Walau dibalut seragam sekolah yang dikenakan dengan rapi, tapi bagiku ia seperti seorang pangeran
Yang hendak menjemput putrinya suatu saat nanti
Dan suatu saat aku akan melihatnya bahagia bersama orang lain
Aku tersadar
Aduuh aku ini! Kenapa selalu mikir yang nggak nggak?! Dia kan saudaraku! Harusnya aku senang dan mendukungnya kalau dia suka seseorang!
Apalagi rasanya Yoshino suka pada Shin. 
Eh tapi mungkin ini perasaan saudara yang nggak ingin ditinggal kakaknya.
Ya, ya, pasti itu! pikiranku melayang ke mana -mana.
"Takuya kun, masih ngantuk?" katanya memandangku sambil masih berlutut.
Jangan memandangiku seperti itu! Aku merasakan pipiku merona dan jantungku berdebar cepat.
"Ng.. nggak kok, Shin. Ayo, kita ke rumahmu saja sekarang, nanti keburu malam" jawabku.
"Ah ok, baiklah"

Perjalanan kali ini tidak diisi keheningan. Kali ini Shin lebih banyak bercerita padaku. Tentang keluarganya, buku - buku yang ia baca, rapat budaya tadi, sampai prestasi - prestasinya yang bikin aku iri. Tapi biarlah, sekarang kami sudah jadi saudara dan aku sudan bertekad untuk terus mendukungnya.

===

"Selamat ulang tahun, Shizu" kata kami berdua sambil bersulang.
Di atas meja hanya ada tart cake putih berukuran sedang dengan tulisan "Happy birthday Shizuku" yang ditulis di atasnya dan 1 botol Cola (tentu kami nggak boleh minum wine atau sake, jadi pakai ini sudah cukup). 
Kami hanya berdua di rumah ini dan itu membuatku senang sekaligus gugup. Orangtua Shin tentu saja sedang menetap di negara lain dengan alasan bekerja. Di sini terasa sepi. Kami memotong kue itu dan  memakannya berdua.

"Takuya, buka mulutmu" Shin mengarahkan sepotong cake yang ditusuk garpu ke arahku.
Haaa???? kenapa tiba - tiba? pikirku kaget
"Eeh.. ngg"
"Agak memalukan ya" katanya sambil menunduk "Sebenarnya dari dulu aku suka sekali tukar makanan sama Shizuku, habis kita jadi bisa coba rasa lain karena rasa makanan dari piring saudara itu terasa beda. Aneh ya"
"Hei nggak lah" jawabku "Itu kan tanda kedekatan antar saudara! Nggak ada salahnya kok, Shizuku pasti juga mikir begitu"
Untuk sesaat aku lupa kalau aku pengganti Shizuku sekarang. Karena itu aku.. aku..

Aku mendorong tubuhku maju mendekati garpunya. Aduh, jantungku berisik!
Ayolah, aku kan hanya saudaranya, saudara!
Mulutku kubuka dan kuambil potongan kue itu.
Ngg.. rasanya aneh kalau kamu nggak makan kue itu dengan tanganmu sendiri, aku mengunyah kue itu perlahan.
Ma.. malu sekali ukkh

Pelan - pelan aku mengalihkan pandanganku tepat menghadap Shin
"Shi.. Shin, kau juga mau?" ujarku.
Gimana wajahku saat ini ya? Apa kelihatan merah sekali?
"Ah oke" katanya sambil maju perlahan
Detik - detik berlalu dan jantungku berdetak semakin keras. Aku bahkan bisa merasakan getarannya di tanganku.
Ia membuka mulutnya dan menggigit garpuku.
"Makasih" ia tersenyum
"I..iya. Makasih juga" aku nggak bisa melihat senyumnya

Aku jadi menghindari tatapan mata Shin. Aku juga terus berharap supaya bunyi jantung ini nggak kedengaran.
Dadaku terasa aneh. Rasanya seperti ringan dan mengapung, terasa hangat.
Rasa hangat ini terus - menerus mengalir dari dadaku dan ketika melihat pada Shin, aku merasa perasaan ini dipompa dengan begitu cepat. Aku terpaku. Kami tertawa, berdiskusi, menceritakan masa lalu. Membiarkan waktu berlalu, meski nggak rela.

===

Shin mengantarku keluar pagar. Ya, setidaknya ini yang kupikir sampai aku menyadari dia mengunci pagar rumahnya dan mengikutiku.
"Kenapa kau mengikutiku Shin?"
"Tentu saja mengantarmu sampai ke rumahmu"
"Eh untuk apa? Aku bisa pulang sendiri dan nggak ada orangtua di rumah"
"Nggak apa. Bukankah kita saudara?"
Shin, meskipun aku bilang akan jadi saudaramu, kamu nggak usah sampai seperti itu.
Lagipula, aku hanya pengganti Shizuku.
"Kamu beda dengan Shizu"
Aku terlonjak kaget, berpikir jangan - jangan dia bisa membaca pikiranku. Ah, nggak mungkin.
"Jadi begini rasanya punya saudara laki - laki" entah untuk yang keberapa kalinya aku menatap wajahnya yang tersenyum padaku "aku bersyukur punya saudara seperti kamu"
"Justru harusnya aku yang bersyukur, Shin" balasku.
Tiba - tiba tanganku terasa hangat. Tanganku bertautan dengan tangan Shin.
Kenapa tiba - tiba ia menggandengku?
Shin menengadah mengamati awan tipis yang sedikit menutupi bulan malam itu.
"Jadilah saudaraku selamanya ya"
Aku terkesiap dan mengangguk perlahan.

Kupikir malam itu sama dengan malam - malam yang seperti biasa sampai tiba - tiba aku menyadari ada sebuah mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi ke arah Shin.
Eh? Sopir mabuk? pikirku panik
Kenapa ia menyetir sampai sedekat ini dengan trotoar?
Aku merasakan cahaya lampunya yang makin terang dan mendekat
Shiin!!
Aku mendorong Shin sekuat tenaga ke depan trotoar. Maaf Shin, tapi kalau nggak, kamu akan tertubruk

BRAAAAK.

...
aah..
sakit.. seka..li..
tubuhku.. nggak mau.. digerakkan..
kepalaku.. berat

aku mengedipkan mataku
samar - samar aku mendengar suara Shin memanggil - manggil, tapi nggak jelas

aku..

aku merasa seperti akan jatuh tertidur
kesadaranku.. makin menipis...

...
Shi..n, syukurlah.. kamu.. selamat..
bersamaan dengan itu semuanya jadi kabur dan gelap.


bersambung

No comments:

Post a Comment