== Welcome ==

This blog 's nothing but the author's thoughts and private life, composed into text.

WARNING

contains harsh words sometimes

Hi ^^

Please read the warning before proceed

This blog Contains:


35% Life rant
60% Fangirling
5% Getting upset and swearing

Well.. Life goes up and down, doesn't it? So be careful while reading the posts!

To Love the Imperfect (9)

Ini berawal dari dua orang bodoh yang saling dibutakan oleh cinta dan kemudian mengikatkan diri mereka pada suatu ikatan pernikahan.
Yang setelah tak  lama berselang ikatan itu mereka putuskan dengan seenaknya, meskipun mereka telah memiliki aku sebagai bukti cinta sesaat mereka

Orangtuaku

Aku tak tahu harus mengatakan apa tentang kedua orang ini, tapi yang pasti sekarang itu tak jadi soal.

Setelah pertengkaran yang sudah tak dapat dibendung lagi, mereka resmi bercerai. Sudah begitu mereka masih dengan serakahnya menginginkan supaya aku tinggal dengan salah satu dari mereka. Sebenarnya itu tergantung keputusanku sendiri. Alasan perceraian ini adalah karena ayahku suka sekali berjudi. Diam - diam tanpa aku dan ibuku tahu, ia sering menjual barang - barang di rumah kami.
Awalnya barang - barang tidak seberapa yang dapat ditoleransi, namun lama kelamaan ayahku mulai menjual TV, handphone, bahkan mobil kami. Ibuku sudah memperingatkannya berkali - kali tapi tidak digubris.

Tak berapa lama kemudian, pada saat ibuku sudah benar - benar muak pada ayahku, SMAnya mengadakan reuni.Ia datang ke reuni itu, berharap bisa menyingkirkan sejenak kepenatan rumah tangganya.
Tanpa disangka, ia bertemu dengan temannya yang sebenarnya dari dulu telah suka pada ibuku. Ia mulai mendekati ibuku dan - mungkin karena kekayaannya juga - ibuku memilih untuk berkencan dengannya dan sering menghindar saat ayahku pulang.

Aku tahu.
Aku sudah tahu apa yang diam - diam mereka lakukan saat mereka di luar rumah. Raut kusut ayahku yang merokok tanpa rasa bersalah sepulang dari bar, bau bir menyengat sambil termenung - menung bagaimana keberuntungannya dalam judi berikutnya. Sementara itu ibuku kadang pulang sambil membawa barang -barang mewah dan bermerek, yang seharusnya tidak perlu ia beli dengan kondisi ekonomi kami sekarang.

Semua berantakan dan ketika mereka telah menemukan hal buruk pasangan mereka, perceraian tak dapat dielakkan lagi. Ibuku kini tinggal bersama temannya sementara ayahku berada entah dimana. Akupun nggak ingin tahu. Sejak saat itu jugalah untuk menutupi kesedihan dan kehilangan, aku memutuskan untuk masuk geng motor dan menjadi berandalan. Aku suka tantangan dan pelanggaran - pelanggaran yang kami lakukan bersama. Rasanya seperti aku bisa melupakan bahwa aku adalah bagian dari dunia menyedihkan ini.

Karena tidak ingin hidup dengan salah satu orangtuaku, aku memutuskan untuk tetap tinggal di rumah kami, yang sebenarnya juga sudah tidak memiliki sertifikat rumah karena telah digadaikan untuk menutupi hutang judi terakhir ayahku.
Bagian dalam isi rumahku juga kosong, hanya tersisa beberapa perabotan penting karena hampir semua barang kami juga sudah dijual.

Baiklah, yang paling parah, dan yang paling kutakutkan adalah...


'Sertifikat Rumah ini telah digadaikan dan sekarang rumah ini adalah properti Kogami Group...'


Benar - benar sial karena tanda peringatan ini dipasang begitu dekat dengan pintu masuk dan aku baru sadar kalau ayahku menggadaikan semua harta kami di penggadaian milik Kogami Group

Aku melihat wajah Shin yang ekspresinya tak dapat kuartikan.

"Ah.. umm"
Aku harus berkata apa?
Shin mengalihkan pandangannya dari kertas ke arahku
Aku tersentak, namun karena kali ini aku merasakan ada sedikit rasa takut dalam diriku
Ia mendekat dan berlutut di depanku

"Kamu nggak apa - apa?"
Eh?
"I.. iya" Shin membantuku duduk di bagian tangga yang agak rendah dekat dngan rak sepatu.

Ia menghela nafas berat.

"Kenapa kau...
'.. mendekatiku? Supaya kamu bisa membebaskan rumah ini dari hutang orangtuamu. Kau mendekatiku yang adalah anak dari pemilik Kogami Group untuk tujuan itu kan?' pikirku menebak - nebak

"Itu.." aku mencoba bicara
"... tidak pernah mengatakan apa - apa tentang ini padaku?" ia menoleh padaku. Wajahnya menampakkan sedikit ekspresi kesal

"Shin.. apa maksud.."
" Tentang rumah yang digadaikan di penggadaian Group keluargaku ini. Kenapa kau nggak pernah bilang padaku? Apa kamu nggak mempercayaiku? Bukankah kamu saudaraku?"

Pertanyaannya yang bertubi - tubi membuatku merasa bersalah. Padahal aku berjanji akan menjadi saudaranya untuk selamanya. Aku hanya terdiam dan menunduk

Yah, bagaimanapun aku nggak bisa mengatakan tentang hal ini. Ini komplikasi. Aku nggak bisa membayangkan membicarakan hal ini dengan Shin. Akan terkesan seperti meminta - minta agar rumah ini dikembalikan atau seperti itu kan?

Shin kembali menghela nafas dan mengeluarkan selembar kertas. Ia menuliskan beberapa kata di atasnya dan kemudian membubuhkan cap keluarganya di kertas itu.

"Hei Shin apa yang..."
"Ini" ia menyodorkan kertas itu ke depanku


'Rumah ini telah dikembalikan dan semua hutang telah dianggap lunas oleh Kogami Group'


Apa? Kenapa dia bisa seenaknya..

"Apa kau kasihan padaku Shin?"
Kenapa tiba - tiba aku bertanya hal seperti ini?

"Aku hanya menolong saudaraku yang.."

"Menolong? Dengar, kau mungkin hanya melihat sisi kehidupanku yang tampak dari kondisi rumah ini tapi kau salah. Aku bisa hidup sendiri dengan bekerja paruh waktu. Aku juga sedang membayar hutang - hutang pada Kogami Group yang ditinggalkan orangtuaku, jadi...

Kenapa aku mengatakan hal ini?

...uang bukan masalah buatku. Aku tak butuh uang dan pengakuan lunas darimu" Aku menarik kertas itu dari hadapanku dan balik menunjukkan kertas itu padanya.

"Kau pikir aku kurang mampu? Tolong, jangan buat aku kesal. Aku tak butuh uang dalam hidupku, Kogami"
Kenapa aku bertindak terlalu jauh sampai seperti ini? Aku bahkan sampai memanggil namanya dengan nada mencemooh.

Shin terkejut. Benar - benar terkejut. Meskipun orang yang sekarang berbicara padanya adalah mantan berandal, namun mungkin ia nggak pernah memikirkan aku akan mengatakan hal seperti ini, terlebih karena aku memang tidak pernah menunjukkan sisi gelapku padanya. Ia hanya terdiam menunggu penjelasan.

Sudah terlanjur kukatakan. Kenapa aku jadi seperti orang idiot yang marah atas hal yang seharusnya bisa membebaskanku?
Kusadari aku sangat sensitif terhadap masalah keuangan. Masalah yang kecil pun bisa menyinggung aku ketika sudah beradapan dengan kondisi ekonomi. Ya, karena itu jugalah keluargaku jadi berantakan, bukan sepenuhnya salah uang tapi uang menghancurkan pernikahan orangtuaku, membuat mereka harus menggadaikan barang dan meminta - minta pinjaman sana sini, juga membuatku harus terus bekerja meski pada akhirnya hampir semua upahku kubayarkan untuk melunasi hutang.

Aku benci uang.

Tapi aku lebih benci dikasihani

Aku tidak butuh simpati.

Aku teringat hari dimana kedua orangtuaku bercerai, banyak relasi maupun saudara yang memandang iba ke arahku. Beberapa mencoba membuatku merasa lebih baik, namun tanpa mereka tahu hatiku sakit karena perbuatan mereka. Aku tak suka dianggap lemah dan tidak mampu berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaanku.

Aku tidak suka pada orang yang memandangku seperti itu

"Pergilah. Aku tidak mau melihat mukamu lagi, Kogami"

Beberapa saat yang sangat hening dan menyakitkan. Aku terus memarah - marahi diriku karena menghubung - hubungkan hal ini dengan masa laluku yang kacau. Aku benar - benar memang sudah keterlaluan, tapi trauma masa laluku kuat menahan keinginanku untuk menarik ucapanku.

Ia termenung, lama

"Apa ini berarti ikatan saudara kita telah kau putuskan?"

"Haha maaf, janjiku juga sudah kucabut. Saudara nggak akan memandangku rendah"

Shin menghela nafas panjang kemudian melangkah perlahan dalam diam menuju pintu. Begitu ia membuka pintu ia berkata tanpa berbalik "Tolong introspeksi diri dan sadarlah kalau kau salah."
Sebuah rasa sakit yang menyengat menusuk dadaku.

"Semoga cepat membaik dan senang kau pernah menjadi saudaraku, Mizuki san"

Kemudian pintu ditutup, meninggalkan aku yang terpukul atas semua kejadian yang tidak dapat kupercaya telah terjadi.

===

bersambung

No comments:

Post a Comment