Eh ya.. jadi.. hari ini
adalah hari pertamaku bekerja di rumah sakit swasta yang lumayan terkenal,
Hoshi Byouin (RS Hoshi= bintang). Sebenarnya aku sama sekali tidak menyangka
lulus wawancara dan akan mulai dipekerjakan disini sebagai apoteker pendamping
dokter. Hmm.. sebenarnya aku agak kurang percaya diri. Tidak banyak rumah sakit
yang menempatkan apoteker setara dengan dokter sebagai pendamping, dan lagi aku
merasa ilmuku masih jauh dari cukup apalagi jika disandingkan dengan dokter
yang sudah lama berpraktek disini, meski prestasiku tergolong cukup bagus.
Aku tak boleh berbangga
hati dulu, harus banyak belajar lagi supaya tidak menghambat rekan – rekan sejawatku.
Aku melangkahi lorong
klasik rumah sakit yang berbau antiseptik dan alat – alat steril khas rumah
sakit. Lalu berdiri di depan pintu geser dengan tulisan penanda di pintunya :
Dr. Kurokawa
Kurokawa saja? Nama kecilnya tidak disebut..
Sudahlah.. untuk apa aku mengurusinya.. mungkin ruangan dokter lain di rumah sakit ini juga mencantumkan nama keluarga dokternya saja
Ah.. aku gugup sekali.
Kubuka pintunya perlahan.
“Permisi”
Begitu kulongokkan
kepalaku , pandanganku langsung menemui dua orang yang langsung menoleh ke
arahku, pertanda aku menginterupsi apapun itu yang sedang mereka bicarakan.
Seorang perawat wanita dan dokter pria – yang akan menjadi rekanku – yang umurnya
sepertinya juga tidak terlalu jauh dariku. Tapi.. kenapa tampang mereka begitu?
Apa – apaan?
“Ah halo rekan apoteker
baru” sambut wanita itu – atau ..kubilang cewek saja karena dia seumuran
denganku, sepertinya. Penampilan cewek mudah menipu- “salam kenal. Aku Anjou. Anjou Hoshino.
Mohon bantuannya”
Perasaanku saja atau
wajahnya agak seperti nggak suka padaku ya. Dan gaya bicaranya seakan dia lebih
senior daripada aku, terlebih kesannya menunjukkan kalau dia lebih dekat dengan
sang dokter daripada aku. Ah ya tentu saja.. ini hari pertamaku bekerja, baik –
baiklah sedikit setidaknya pada rekan sejawatmu yang akan bermitra bersamamu
entah sampai kapan..
“Hai” terdengar sang
dokter ikut menyapa walau tampak enggan “Aku Kurokawa. Mohon bantuannya”
Yang ini tampaknya cowok
yang masih sangat muda namun terlihat sangat berpengalaman dan meyakinkan.
Auranya sangat kalem dan acuh. Dia juga tidak menyertakan titel 'dokter' nya?
“Salam kenal” Ah ya aku
belum memperkenalkan diri.. harusnya aku lakukan saat pertama kali masuk
ruangan inii
“Saya Akiha Reiki, mohon bantuannya ya”
Aku membungkukkan tubuh
dan mereka membalasku. Si perawat – Anjou san – lalu mendekat pada si dokter
sambil membisikkan sesuatu yang tak dapat kudengar. Setelah berbisik2 untuk
beberapa saat, mereka menyudahi ‘rapat rahasia mereka yang tampaknya aku tidak
boleh tahu’ itu.
“Oh ya dokter, ada pasien
yang kondisinya ingin aku tanyakan” katanya
“Hmm?”
“Nn. Makoto yang baru
saja kuberi injeksi teofilin karena asma.. entah kenapa sampai beberapa jam
setelah injeksi obatnya belum menghasilkan efek.. aku juga bingung kenapa, bisa
coba dokter temui pasien dan periksa?”
“Oh ya”
..haruskah aku ikut? Aku
kan rekan dokter sebaiknya aku juga ikut kan? Tapi.. e-
“Kau juga ikut” perintah
Kurosaki san singkat padaku
“Ah baik”. Yah untunglah
sepertinya cowok ini pintar membaca keadaan
===
“Kau yakin cara injeksimu
sudah benar kan? Ini intravena, bukan intramuskular apalagi subkutan” kata
Kurosaki san sambil merenung. Tampaknya ia mencetuskan hal itu bukan karena
ia tidak yakin pada perawat itu – cewek itu sepertinya perawat kepercayaannya
di seluruh rumah sakit ini.. sepertinya sih. Itu semata – mata karena ia ingin
memastikan minimalnya kesalahan dari segala aspek, salah satunya tenaga medisnya.
“Hai sensei, jangan
anggap saya masih di sekolah keperawatan. Anda pikir sudah berapa lama saya melakukan
injeksi dengan segala cara pemberian (rute) pada pasien? Apalagi pemberian iv
bolus seperti ini kan sering sekali-“
“Oke – oke aku tidak menyalahkanmu”
sahut si dokter yang sepertinya terganggu dengan kecerewetan si cewek perawat.
Hmm.. cewek ini meski terlihat jutek begitu.. mungkin aslinya cerewet kalau
dengan orang yang dia kenal. Padahal bicara dengan bahasa formal begitu tapi
isi pembicaraannya bukan seperti atasan dan bawahan lho..
“Pasien yang sama seperti
dia, penderita asma juga, Nn. Takamatsu sudah saya injeksi juga dan efeknya
terlihat selang beberapa waktu. Obat dan dosisnya sama kok. Anda kan tahu saya
selalu mengecek label obat dengan benar dan mengambilnya dengan spuit tepat-“
“Iya cukup aku mengerti”
jawab sang dokter dan membuat perawat itu terdiam. Lama ia berpikir
Ah.. aku tahu kasus ini.
Kasus ini memang tergolong ‘aneh’ dan yang memberitahuku dulu adalah dosen yang
mengajarku mata kuliah biofarmasi. Ini..
“Perbedaan kompartemen”
Sang dokter langsung
melihat ke arahku dengan tatapan agak terkejut lalu menunjukkan raut wajah tidak suka. Waduh..
“Sebaiknya kau tidak usah
sok tahu”
Aku terdiam. Bukan karena
merasa tertuduh tapi karena sadar perbedaan strata dokter dengan apoteker.
Hah.. tuh kan. Apanya yang sederajat? Apanya yang bertugas menyarankan dosis
atau penggantian obat dan menjelaskan hal – hal tentang obat pada dokter? Pada
akhirnya tetap saja dokter selalu mengelak jika kami memberi rekomendasi.. atau
lebih parah bisa berbalik memarahi kami karena dianggap tak tahu tempat
“Coba injeksikan lagi
dengan dosis yang sama dari obat tadi, lalu coba kita ambil darahnya setiap
beberapa jam dan cek kadarnya untuk menentukan apa tetap tidak bioekivalen”
kata sang dokter “bisa jadi tadi ada kesalahan pemberian atau pada obatnya”
Tidak seperti yang
kusangka, Hoshino san langsung menurut dan pergi menjalankan tugasnya. Dr. Kurokawa menunduk agar sejajar dengan
pasiennya yang sedang terduduk sambil menumpangkan tangannya pada kepala
pasiennya seraya berkata “tenanglah, kami akan menangani asmamu” katanya
lembut.
...
Aku benar – benar tak
percaya. Baru saja kulihat sesosok pria yang sangat perhatian dan lembut,
menenangkan pasien dan menepuk kepalanya begitu perlahan seakan sangat rapuh.
Ia seakan mencurahkan segenap perhatian dan keinginannya untuk menyembuhkan
pasien. Mungkinkah sebenarnya ia..
“Akiha”
“Ah.. ya?”
“Nanti kau hitung data
kadar obat dalam plasma pasien dan simpulkan kenapa obat tidak mencapai efek
terapi yang diharapkan”
“Baik”
Kulihat lagi pasien tadi.
Mengambil darahnya tiap beberapa jam?
Kurasa, sebaiknya tidak
perlu. Aku tahu kenapa pasien ini tidak mendapatkan efek obat. Tidak perlu
mengambil darahnya sesering itu hanya untuk mengetahui alasannya kok. Tapi..
bagaimana aku harus mengatakannya pada dokter rekanku yang sepertinya tidak
ingin aku berkedudukan sejajar dengannya?
bersambung
No comments:
Post a Comment